Hal yang sama yang selalu terjadi acap kali aku akan menulis adalah, aku bingung bagaimana memulai tulisan ini; Kata apa dulu? Kalimat yang seperti apa dulu? Selalu begitu. Seperti sore yang random ini, aku tidak tahu harus memulai dari menuliskan kata apa. Yang pasti, kisahnya bergulir lebih dari setahun yang lalu.. Diiringi alunan lagu-lagu Dygta dan Kahitna, gaya tulisan kali ini akan terbawa sedikit melankolis..
Minggu, 18 Agustus 2013, sekitar pukul 12 siang
Lokasi: Pasar Gegerkalong, Bandung
Mentari Bandung biasanya tak sesengit ini, betapapun dia tengah di musim pancaroba. Berjalan di ruang terbuka bak menapaki panggangan pizza, apalagi kalau harus duduk-duduk di bangku lapangan bola, aku yakin panas siang ini akan menembus segala macam tabir surya. Aku dan Thossan (pacarku, -red.) berniat langsung pulang setelah menghadiri sebuah acara, sebelum ke rumah kami mampir ke Pasar Gegerkalong atau Pasar Gerlong di daerah Setiabudhi Bandung. Jarang-jarang kami ke sini, mungkin ini baru yang ke-2 kalinya kami jajan ke pasar, aku sedang ingin sekali ngemil Gurilem, snack reject pedas yang biasanya dijual kiloan.
Sesampai di parkiran pasar, kami lari jinjit-jinjit menuju jongko terdekat untuk berteduh. Panasnya minta ampun, botol air mineral di tanganku terasa menghangat seketika seperti dimasak lagi. Orang-orang di pasar tidak ada yang berwajah normal, semuanya mengernyitkan dahi tak kuasa matanya terpapar sinar ajaib dari langit. Kurang dari 10 menit aku selesai menjinjing setengah kilo Gurilem yang akan aku makan dan bagikan pada teman-temanku. Saat terburu-buru kembali ke parkiran, Thossan menghentikan langkahku, dia tidak peduli aku kesal karena harus berhenti di bawah tempat yang panas, seperti dia yakin aku akan tertarik pada apa yang mengehentikan langkahnya sebelumnya. Dan benar saja, aku terdiam juga di situ, Thossan telah menunjukkanku sebuah kardus yang berisi... bayi kucing.
Thossan benci kucing selamanya, awal pacaran dulu lebih parah lagi, dia seperti phobia. Kucing sedang tidur saja dia kabur, kucing jalan kaki di kejauhan dia yang lari masuk rumah. Sekarang sudah mending, dia tidak begitu kaget lihat kucing, biasanya kalau dia kaget kucingnya juga ikut kaget dan keduanya lari tunggang-langgang ke arah berlawanan. Kucing seperti menemui musuhnya di Bumi, dialah Thossan. Sekarang Thossan mulai tahu kelucuan kucing, aku suka gendong kucing didekatnya karena aku sangat-sangat menyukai hewan manis ini. Berbalik dengan Thossan, aku malah sudah jadi anggota Komunitas Pecinta Kucing Bandung dari sejak sebelum kami jadian.
Sekelebat angin bercampur debu pasar menyapu pipiku, tak sadar untuk beberapa detik lamanya aku tidak berkedip sampai debu-debu itu masuk ke mataku dan membuatnya perih. Aku bingung, kasihan kalau kucingnya ditinggal, tapi juga tidak mungkin mengurusnya di rumah karena nenek tidak akan suka. Nenek punya kejengkelan yang lumayan banyak pada seluruh kucing, seringkali kucing-kucing kelaparan di komplek permukiman padat mencuri makanan manusia dari dapurnya. Tapi baby kucing yang Thossan temukan ini umurnya pasti belum 2 hari, bulunya masih menempel pertanda kulitnya lengket karena air ketuban, badannya belum tegak karena tulangnya masih lembek, dan induk kucing tak akan mungkin memasukkan anaknya ke dalam kardus lalu menyimpannya di tengah parkiran pasar! Ini pasti ulah manusia!
Kucing itu menggulung di dalam kardus mie, entah kedinginan atau yang pasti sih melindungi diri dari panas matahari. Aku tarik kardus itu ke tempat yang teduh, tega nian awak ni membuang bayi kucing telanjang tanpa dilapisi kain untuk selimutnya. Orang sekitar pasar mulai menyadari keberadaan kami, beberapa dari mereka (yang aku yakin adalah tukang ojek) menghampiri dan menyarankan kami membawanya.
"Bawa aja, Neng, kasihan dari Shubuh, kayaknya cacat jadi di buang sama yang punyanya."
"Cacat?"
Popular Posts
-
Beberapa minggu lalu, aku nonton sebuah film drama Taiwan bergenre roman (Taiwanese Romance) yang judulnya You Are The Apple of My Eye, wak...
-
D alam menggelar acara lamaran, setiap pasangan berhak membuatnya semewah mungkin, atau semeriah mungkin, namun khusus acara lamaranku,...
-
He is finally here.. I’m finally become a mom.. My husband and I will start a new life as a parents from now on.. Kami melalui perja...