Trimester 3: He's Finally Here

by - April 30, 2021

 
He is finally here..

I’m finally become a mom..

My husband and I will start a new life as a parents from now on..

Kami melalui perjalanan panjang sampai akhirnya bisa menimang makhluk kecil nan menggemaskan ini. Perjalanan yang akan kami kenang sepanjang hayat, keputusan-keputusan yang kami buat akan menjadi bekal pendewasaan setiap saat. Dan untukku pribadi, aku tidak akan lagi membedakan wanita yang melahirkan secara pervaginam maupun caesar, keduanya menurutku sama-sama ‘normal’.

15 Maret 2021 – Berawal pada saat pemeriksaan USG, dokter menemukan ada lilitan tali pusat 1x di leher janinku, padahal waktu itu umurnya sudah memasuki trimester 3. Aku dan suami cukup kaget, tapi dari awal kami selalu berusaha ikhlas dengan apapun hasil pemeriksaan kehamilan. Alhamdulillah dari bulan 1 sampai 9 tidak kami dapati berita buruk, baru kali ini, yang sebenarnya juga bukan buruk, tapi sedikit beresiko untuk melahirkan secara pervaginam.

01 April 2021 – Aku cek ke dokter lagi, kali ini ditemani mamaku karena aku sudah stay di rumah orang tua. Sebelumnya, aku dan mama periksa ke bidan dekat rumah, kebetulan beliau teman mamaku. Aku diminta terus berpikir positif dan optimis bisa melahirkan pervaginam meskipun dengan lilitan. “Toh yang lilitannya 3x aja banyak yang bisa normal kok” katanya. Aku mengiyakan, dan mengamini. Meskipun hati kecilku bilang aku tidak boleh keras kepala, mau normal atau caesar terserah asal nanti anakku selamat hingga ke peluk hangat orangtuanya. Dalam pandanganku, dokter kandungan cenderung lebih rasional, dia mengungkapkan kondisi real time dan resiko dari setiap pilihan metode persalinan. Pada pemeriksaan itu, hasil USG-ku menunjukkan adanya pengapuran plasenta. Terlihat jelas di layar ada bercak-bercak putih menyerupai jamur yang menyebar hampir di seluruh permukaannya. Aku syok, mamaku sontak berdiri dan mendekat ke layar. Mengingat plasenta adalah sumber nutrisi janin, aku bertanya-tanya apa penyebabnya dan bagaimana mengobatinya. Dokter bilang penyebabnya karena plasenta sudah tua, bukan karena kurang gizi atau kelelahan bekerja seperti yang kutakutkan, memang setiap plasenta punya ‘umurnya’ sendiri. Lalu cara mengobatinya? Tidak ada, satu-satunya jalan mengobati pengapuran plasenta adalah segera melahirkan janinnya. Hari itu juga aku diminta tes CTG untuk mengetahui denyut jantung janin. Hasilnya, ada penurunan performa di bawah batas normal sebanyak 4x dalam 10 menit..

02 April 2021 – Tes CTG untuk kedua kalinya, hari ini ditemani suami karena kebetulan tanggal merah. Hasilnya? Denyut jantung stabil namun tetap ada 1x penurunan di bawah batas normal. Berhubung umur kandunganku sudah menginjak 39 minggu dan belum ada tanda-tanda kontraksi asli, dokter pun menulis surat pengantar untukku ke rumah sakit esok hari dengan rekomendasi tindakan awal berupa induksi.. “Berarti, besok harusnya kita jadi orang tua dong” kelakarku pada suami, mencoba terlihat rileks meskipun aku tahu dalam genggamannya tanganku masih tegang sejak meninggalkan ruang periksa tadi. “Kamu jangan mikir aneh-aneh ya, fokus pada diri kamu sendiri. Jangan mikir negatif sekalipun, jangan mikirin biaya, jangan takut berlebihan sama induksi” kurang lebih itu yang aku tangkap dari responnya yang tenang. Ya, dia selalu bisa terlihat tenang, bersikap dan mengambil keputusan dengan tenang. Aku berterima kasih selama ini kehamilanku juga banyak dipengaruhi ketenangannya yang menular.

03 April 2021 – Diantar orang tua dan mertua, aku melenggang masuk ke IGD salah satu rumah sakit yang katanya terbaik di kotaku. Melenggang bukan karena aku merasa akan baik-baik saja, tapi dibanding pasien IGD yang lain, saat itu aku yang paling tidak kenapa-kenapa. Terbersit rasa syukur karena tidak harus ke RS malam-malam dalam keadaan mulas hebat seperti bayanganku sebelumnya. Aku pun ditensi, disuruh tiduran dan diinfus, diswab antigen (yang surprisingly sakit banget karena pertama kalinya), lalu diperiksa 2-3 orang bidan untuk laporan ke dokter. Setelah sekian jam di IGD dan suami selesai mengurus pendaftaran, aku pun dibawa ke ruang perawatan. Kamar VVIP A nomor 507, akan aku ingat sebagai kamar bersejarah dan saksi bisu kelahiran cucu pertama keempat orangtuaku..

Kamar 507

Sekitar pukul 10.00 aku menjalani tes CTG terakhir sebelum diputuskan tindakan apa yang terbaik menurut dokter. Selama hampir 40 menit mesin memperdengarkan detak jantung janin ke seluruh sudut kamar. Aku mulai harap-harap cemas; penuh harap detak jantungnya dapat terus stabil, namun cemas karena sampai saat ini belum ada tanda-tanda akan mulas. Selang satu jam kemudian, bidan datang memberitahukan hal yang sejujurnya sudah tidak lagi mengagetkan,

“Bu, hasil CTG tadi masih ada penurunan, kata dokter Ai baiknya caesar saja untuk meminimalisir resiko. Tapi kalau ibu ingin mencoba induksi, kita hanya bisa memberi dosis 2 dari yang normalnya 5 karena takut jantung janin tidak kuat. Itu pun belum tentu induksinya sukses.” Kurang lebih seperti itu penjelasan dari sang bidan.

“…..” pikiranku belum menemukan satu katapun untuk merespon

“Gimana, Bu?” tanya bidan itu lagi

“Oh. Boleh saya minta waktu, mbak? Saya diskusikan dulu dengan suami sebentar”

“Baik, kami tunggu secepatnya ya, Bu”

Bidan itu keluar ruangan dan suami langsung merendahkan tubuh di sebelah tempat tidur agar kami bisa bertatap muka. “Eja pikir kita sebaiknya gak ambil resiko” paparnya singkat. Iya, aku setuju, sejak awal bidan itu menjelaskan pun sebetulnya aku sudah condong pada satu keputusan. Aku hanya perlu memastikan bahwa suami juga ikhlas dan mengizinkan. Kami akan menyesal seumur hidup dan tidak akan bisa memaafkan diri sendiri kalau sampai terjadi apa-apa dengan janinku hanya karena kami coba-coba memilih induksi. Ditambah dengan cerita beberapa teman; induksi itu sakitnya lebih-lebih dari mulas yang alami. Dalam kasusku, sakitnya dapat, kemungkinan gagalnya dapat juga. Akhirnya aku menarik nafas panjang dan membulatkan tekad. Bukankah yang terpenting dari sebuah persalinan adalah mengantarkan bayi dari rahim ke rangkulan kita dengan selamat?

Dan begitulah kami melalui malam minggu paling berkesan dalam hidup kami. Tanggal 03 April 2021/20 Sya'ban 1442H, pukul 12.00 siang aku diminta mulai berpuasa, pukul 18.00 dibawa ke ruang operasi, pukul 19.17 bayiku lahir dengan berat 2,8 Kg dan panjang 50 cm, sekitar pukul 20.00 aku sudah kembali ke kamar dengan kondisi sadar, sehat, dan luar biasa lega. Lega karena ternyata operasi tidak semenakutkan yang kubayangkan, lega ternyata suntik bius tidak semenyakitkan yang temanku bilang, dan yang paling melegakan adalah bayiku sehat, selamat, sempurna dengan nilai APGAR 9. Tak terukur rasa syukur yang hamba miliki atas pertolongan dan perlindungan-Mu ya Allah.. terima kasih, terima kasih banyak atas kesempatan merasakan semua ini.

You’re finally here, my son..

I’m forever grateful for you, my sunshine..

selfie sebelum masuk ruang operasi, sayangnya suami gak boleh ikut

PS: ini obat China yang direkomendasikan dokter setelah caesar, ampuh banget mempercepat penyembuhan


You May Also Like

0 komentar

Popular Posts