PAP 5: Mahram, Bukan Muhrim

by - February 25, 2018

Pic © Dribble
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh
Dibandingkan materi-materi pesantren lain yang sudah diberikan, materi tentang mahram ini sedikit lebih sulit dimengerti karena berkaitan dengan silsilah keluarga dan kekerabatan. Untuk itu aku coba buat ilustrasi agar memudahkan pembaca memahami siapa saja mahramnya J
Session 5
Pemateri: Ust. Didin Syamsuddin
Materi: Siapakah Mahramku?
  • Jangan salah membedakan antara mahram dan muhrim, mahram adalah orang yang haram dinikahi (lebih tepatnya wanita yang haram dinikahi laki-laki) sedangkan muhrim adalah orang yang sedang melakukan ihram di Tanah Suci.
  • Pembagian mahram dengan jelas dipaparkan pada surat An-Nisaa ayat 22-24 yaitu: “Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sungguh, perbuatan itu sangat keji dan dibenci (oleh Allah) dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu menikahi), perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu berusaha dengan hartamu untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban. Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
  • Ayat di atas sebetulnya sudah cukup untuk menjadi panduan kita dalam menikahi pasangan hidup yang tidak menyalahi aturan mahram. Namun jika diuraikan lebih jauh, dari ayat tersebut juga dapat diketahui bahwa mahram terbagi menjadi dua jenis, yaitu mahram mutlak/selamanya (Muabbad) dan mahram yang dapat berubah menjadi halal dinikahi jika ada alasan-alasan tertentu (Muaqqot), seperti bercerai atau meninggal dunia. Untuk lebih jelasnya pembagian mahram seperti yang tertera pada gambar berikut:
  • Jika seorang janda atau duda menikah, maka anak-anaknya dari pasangan terdahulu jangan saling dinikahan karena sudah menjadi saudara. Kecuali janda dan duda tersebut bercerai sebelum keduanya bercampur/berhubungan.
  • Seorang wanita disebut sebagai ibu sepersusuan apabila ia telah menyusui yang bukan anak kandungnya sebanyak 5x susuan. Hal ini karena air susu nantinya akan berubah menjadi darah dan setelah 5x susuan maka dalam darah anak tersebut mengalir pula darah dari ibu sepersusuannya sehingga anak-anak kandung dari wanita tersebut menjadi saudara sepersusuan si bayi (menjadi mahramnya).
  • Beberapa ulama selain Imam Asy-Syafi’I, Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Atho dan Thowus berpendapat seorang wanita baru menjadi ibu sepersusuan setelah 10x menyusui, namun yang pasti hal ini perlu diperhatikan oleh para suami yang memiliki istri sedang menyusui. Jangan sampai suami menyusu kepada istri sebanyak lebih dari 5x atau bahkan 10x dengan cara yang sama seperti ibu menyusui anaknya karena akan mengakibatkan suami itu juga sepersusuan dengan si bayi dan menjadi haram hukumnya menikahi ibu persusuan yang juga adalah istrinya. Begitulah Islam mengatur hal-hal yang mudah juga hal-hal yang rumit, agar kita senantiasa terhindar dari keburukan dan kemaksiatan.
  • Di Negara yang mayoritas penduduknya bukan Muslim, ASI justru disebarluaskan dan dapat diperjualbelikan. Ibu-ibu yang dikaruniai ASI melimpah dapat mendonorkan atau menjual ASI-nya secara massal tanpa mempedulikan siapa-siapa yang mengkonsumsinya. Hal ini tentu sangat dilarang dalam Islam karena besar kemungkinan terjadi pernikahan dengan saudara sepersusuan tanpa diketahui.
  • Nikah Mut’ah dan Nikah Kontrak diharamkan dalam Islam, kecuali pada zaman Rasulullah dimana pada pria kaum Muslimin harus pergi berperang selama berbulan-bulan sementara istri-istri mereka ditinggalkan di rumah. Rasulullah sangat mengerti kebutuhan biologis prajuritnya sehingga memperbolehkan mereka menikah mut’ah untuk menjaga kesehatan, konsentrasi, dan stabilitas emosi. Setelah masa Rasulullah itu nikah mut’ah dan nikah kontrak diharamkan hingga akhir zaman. Meskipun aliran Syi’ah masih melakukannya pada zaman sekarang, namun hal tersebut tentulah sesat dan dilaknat Allah. Naudzubulillahi min dzalik.
  • Sedangkan yang dimaksud Nikah Siri ialah menikah dengan hanya menggunakan hukum agama dan tidak tercatat sah secara hukum Negara di KUA. Nikah Siri pada dasarnya sah dan dibenarkan, namun bukan berarti pernikahan dilakukan secara sembunyi-sembunyi seperti yang banyak terjadi saat ini. Pernikahan yang sembunyi-sembunyi akan mudah mengundang fitnah.
  • Jika seorang wanita hamil diluar nikah, maka ia harus menunggu hingga anaknya lahir sebelum dapat menikah dengan ayah biologis anak tersebut. Namun tetap anaknya tidak berhak mendapat warisan, kemudian ketika akan menikah nanti ayahnya tidak boleh menjadi wali nikahnya.
  • Jika seorang suami menghilang tanpa kabar selama lebih dari 6 bulan, maka istri boleh menceraikannya secara sepihak dan menikah lagi setelah selesai masa idah yang lamanya 3x haid atau sekitar 4 bulan. Sebelum bercerai istri tidak boleh menikah lagi karena Islam melarang Polyandry atau istri bersuami lebih dari satu. Sementara laki-laki boleh berpoligami bahkan tanpa meminta restu istri, namun hal ini tidak dianjurkan karena akan memunculkan kebohongan-kebohongan lain dalam keluarga.
Gimana? Sudah paham dengan ketentuan mahram? Sudan tidak tertukar lagi antara mahram dan muhrim? Semoga dengan kita memahami materi ini kita akan dapat mengingatkan saudara seiman apabila memiliki ketertarikan dengan orang yang ternyata mahramnya. Naudzubillah.
Sampai bertemu di postingan materi PAP selanjutnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh 😇


You May Also Like

0 komentar

Popular Posts