sewaktu yang lalu, hingga hari ini dalam sebuah kesadaran kosong

by - June 29, 2010

Dikejauhan kulihat bayangan menggebu-gebu menyuruhku pergi. Seketika rasa dingin menjalar mendarah ke tubuhku, nafas ini telah berganti dengan hembusan-hembusan dan tarikan yang kaku, dingin sekali rasanya. Tapi mungkin aku terlalu kuat, dan tak pelak kekokohanku mengundang kebahagiaan tersendiri, seperti sebelumnya.
Lalu aku berjalan, seperti biasa, berjalan dengan sepantasnya, anggun dan tegap. Itu lebih layak untukku ketimbang tertunduk dan menggenggam tangan orang lain.
Dengan tanpa berlama-lama aku pun berhenti di suatu labuhan di perantauan. Boleh aku tersenyum? Terima kasih.
Aku bersorak, sebagai tanda aku tak pernah menyesal, dulu, kini, dan nanti adalah jalan kehidupan yang harus kutempuh, dengan atau tanpa bara api.
Namun tak jarang lembaran-lembaran yang lalu mengaktifkan slideshow-nya dan bergantian mempertontonkan mimik muka, air wajah, ekspresi dan gerak tubuh seperti seonggok sampah bodoh yang tak ingin dibakar. Tapi tak apa, kelak aku akan sangat merindukannya (atau mungkin sekarang).
Di ujung jembatan kehidupan masa muda, setiap manusia mau tidak mau akan melahap berbagai pelajaran tentang cinta, persahabatan, dan permusuhan.
Lantas aku? Apa yang akan ku dapatkan?
Ku akui dengan sungguh, penyesalanku kali ini adalah kenapa lambat untukku mencapai pengakuan sebagai orang yang dewasa! Sebagai gadis dewasa tepatnya. Yang ada orang memanjakanku seolah aku terlalu lemah untuk membuka pintu dan mengecap angin luar. Yang ada aku diperlakukan terlalu dan sangat berlebihan oleh orang-orang disekitarku dan yang menyayangiku. Akankah perlakuan seperti ini membuatku dewasa? Ya, jika aku di anugerahi kepintaran. Mereka akan menjadi contoh nyata betapa dewasa itu hanya butuh memperhatikan seseorang yang aku sayang dengan sungguh-sungguh.
... baru terpikir olehku, kalau ternyata sekarang aku tak punya orang yang disayang itu. Setiap harinya yang kuterima adalah sebuah perhatian konyol. Oh, maaf, tidak konyol, namun 'biasa'. Tapi mana orang yang bisa ku sayang? yang bisa ku perhatikan? yang membuat aku dewasa meski hanya dalam satu hal. Aku harus mencari katamu? Memang sulit rasanya jika hati tak mengesahkan. Tapi kenapa tak terlintas untuk balik menyayangi mereka? kenapa yang terkirakan aku memperhatikan mereka yang juga perhatian padaku? 
Jangan mereka, tapi salah satunya? Siapa? Teman? Sahabat? Dokterku? Saudara? Dia? Dia? Dia? or someone new in my life who I had to search previous?


You May Also Like

0 komentar

Popular Posts