Sweeter than kinder bueno, bitter like a cup of expresso coffee..
Mungkin sepenggal kalimat di atas bisa mewakili keseluruhan perasaan setelah pulang tamasya bersama bocil. Manis banget, tapi juga capek banget.
November 2022 lalu kami sekeluarga sepakat (setelah lobby dan perdebatan alot tentunya) untuk pergi ke Singapore bersama. Inilah destinasi luar negeri pertama kami! Jeng jeng! Sungguh excited! Aku tak sabar namun juga deg-degan!
Persiapan keberangkatan kami tergolong lama, dari awal kepikiran untuk pergi sampai hari kepergian sekitar 4 bulan lamanya. Tentu selain karena kami bukan kaum jet set yang bisa travelling kapan saja, kami juga perlu memikirkan kesiapan fisik anak kami yang umurnya masih di bawah 2 tahun kala itu. Yang pasti, hedon sekeluarga ini harus dilakukan sebelum si anak menginjak 2 tahun agar tiket pesawatnya murah dan tiket masuk ke setiap destinasinya gratis.
Kenapa sih harus Singapore?
Adalah pertanyaan pertama yang dilontarkan suami di awal aku mencetuskan ide, sebuah pertanyaan dengan kesan kontra yang terlalu kontras. It will be tough, pikirku saat itu. Singapore adalah salah satu negara termaju di dunia, pendapatan negara ini di urutan ke-2 setelah UEA pada tahun 2021. Dan dia dekat, ini paling penting. Ke Singapore nilai plusnya juga banyak, kalau di list mungkin begini:
- Negara terdekat untuk belajar bahasa Inggris sehari-hari
- Salah satu negara dengan sistem pengelolaan sampah dan transportasi publik terbaik
- Gak takut nyasar, karena wilayahnya kecil dan punya banyak aplikasi pendukung turis
- Moslem friendly dan kids friendly, hampir semua tempat bisa diakses stroller bayi
- Waktu tempuh hanya 1 jam 50 menit dari bandara Cengkareng, masih lebih lama Bandung-Jakarta pakai kereta sekalipun
Instead of explaining all of this to my husband, aku cuma bilang "Aku pengen ngerasain hidup di negara maju gak di Indonesia mulu" dan long story short akhirnya si suami mengangguk tanda setuju.
Lalu, gimana budgetingnya?
Ada beberapa teman bertanya tentang biaya liburan ini di Instagram, dan aku selalu jawab "Kami bertiga spent hampir 13 juta all in", and that is not a lie. Rincian biayanya aku kasih lihat di bawah ini, capture dari file spreadsheet yang biasa aku pakai setiap merencanakan perjalanan besar. Dan tentu saja, liburan kali ini juga ada dramanya. Tepat sebulan sebelum keberangkatan, pihak maskapai membatalkan penerbangannya dari Bandung, sehingga kami harus beli tiket lagi dari Cengkareng dengan harga yang hampir 800 ribu lebih mahal. Kaget dan ingin marahhhh rasanya, sampai-sampai harus meditasi biar gak uring-uringan saat menghubungi customer service. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, tiket pesawat murah itu memang akan jadi barang langka karena harga minyak dunia cenderung semakin tinggi dengan semakin menipisnya stok yang ada. Dugaanku sih, penumpang rute Bandung-Singapore tanggal 17 Nopember itu kurang dari 30% sehingga maskapai terpaksa membatalkan flight biar gak rugi. "Avtur mahal cuuuuy!" mungkin begitu respon mereka kalau aku jadi ngedumel waktu itu.
Singapore trip budgeting |
***
Sepulang dari Singapore, aku nanya sama suami "Apa life wisdom yang kamu dapet dari liburan ini?"
"Hmm.. ternyata pergi ke luar negeri tidak semenyeramkan yang aku bayangkan, meskipun gak jago bahasa Inggris tapi ternyata aku bisa komunikasi juga di sana. Terus pelajaran yang kamu dapet apa?" sudah pasti dia akan balik bertanya.
Ku jawab "Aku makin sadar betapa pentingnya ngajarin anak kita bahasa Inggris, bukan buat gaya-gayaan, tapi faktanya orang yang mampu berkomunikasi dengan bahasa universal itu bisa lebih survive di manapun di muka Bumi ini"
Dan sejak saat itu, kami mulai mengajarkan bahasa Inggris dalam komunikasi sehari-hari dengan anak kami. It's thrilling to hear him pronounce just as simple Yes or No in the most innocent way.
Of course, we have very few family photos |
I leave my heart at Cloud Forest |
Haji Lane |
Marina Bay Sands |
Forever be my travelmate, will you? |